Bulog Diminta Membeli Gula Petani

gula-ilustrasi

Kudus, Radiosuarakudus.com – Dewan Pimpinan Nasional Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (DPN APTRI) berharap Pemerintah Pusat membeli gula petani sesuai dengan harga pokok pembelian (HPP) karena saat ini stoknya cukup melimpah. Apalagi Perum Bulog juga melakukan pengadaan gula sebagai stok cadangan atau buffer stock.

Hal itu dikatakan Wakil Sekjen DPN APTRI M. Nur Khabsyin, Kamis 25 September 2014. Dijelaskannya, hingga kini kuota buffer stock gula yang dimiliki Perum Bulog baru terealisasi 43.000 ton dari rencana sebanyak 350.000 ton. Dari realisasi sebanyak 43.000 ton gula, sebanyak 22.000 ton di antaranya merupakan gula impor, dan selebihnya gula lokal.

Untuk itu, dia berharap, pemerintah melalui Perum Bulog membeli gula petani sesuai dengan HPP yang ditetapkan pemerintah sebesar Rp. 8.500/kg. Sementara gula hasil produksi secara nasional yang terserap di pasar, baru 10 persen sehingga di masing-masing pabrik gula saat ini masih tersedia stok gula yang melimpah. Bahkan, lanjut dia, ada pabrik gula yang terpaksa menyimpan gula hasil produksinya di halaman parkir maupun tempat yang lapang karena gudang penyimpan gula selama ini sudah penuh.

Dan jika kondisi saat ini tidak perbaikan, maka banyak pabrik gula yang akan berhenti produksi. Ditambahkannya, tidak maksimalnya penyerapan gula dari pabrik gula di Tanah Air, salah satunya karena surplus gula di pasar mencapai 2,8 juta ton sehingga gula petani tidak laku di pasaran karena sudah over stok.
Melimpahnya stok gula di pasaran, disebabkan karena gula impor tahun 2012 dan 2013 masih tersisa cukup banyak sehingga gula dari pabrik gula tidak bisa terserap di pasar secara maksimal. Akibatnya, harga lelang gula petani juga rendah karena saat ini berkisar Rp.8.000 hingga Rp.8.100/kg. Harga lelang gula tersebut, jauh dari HPP gula yang ditetapkan pemerintah sebesar Rp.8.500/kg.

Sebetulnya, kata Khabsyin, HPP tersebut juga menyebabkan petani rugi karena biaya produksinya mencapai Rp. 8.791 per kilogram. Kondisi itu semakin diperparah dengan rendahnya rendemen gula rata-rata secara nasional pada tahun ini hanya 6,5 persen atau turun dibanding tahun sebelumnya yang mencapai 7,5 persen.

Selain itu, produktivitas tanaman tebu tahun ini, juga mengalami penurunan antara 25-30 persen karena faktor iklim yang panas sehingga kandungan niranya juga turun. Akibatnya, kerugian yang ditanggung petani semakin besar karena per hektare lahan tanaman tebu rata-rata bisa mencapai Rp.15 juta.

Sementara biaya produksi tanaman tebu per hektare, antara Rp.30 juta hingga Rp.35 juta, sedangkan tanaman tebunya hanya laku Rp15 jutaan untuk setiap haktarenya. (Roy)

You may also like...

Comments are closed.