Hal itu dikatakan Ketua Primer Koperasi Tahu-Tempe Indonesia (Primkopti) Kabupaten Kudus, Amar Ma’ruf, Kamis 27 Agustus 2015. Jika dibandingkan dengan pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS yang mencapai Rp.14.000 lebih, harga jual kedelai impor saat ini tergolong murah, seharusnya jauh lebih mahal dibandingkan dengan harga saat ini.
Fluktuasi harga jual kedelai yang terjadi saat ini, masih termasuk dalam kategori wajar dan belum terkena dampak pelemahan nilai tukar rupiah secara signifikan. Kondisi demikian, lanjut dia, terjadi sejak nilai tukar rupiah mulai bergejolak hingga sekarang karena dimungkinkan stok kedelainya masih menggunakan stok dengan harga pembelian lama.
Meskipun demikian, kekhawatiran mulai muncul ketika nilai tukar rupiah tetap melemah, sedangkan stok kedelai impor hasil pembelian saat kurs rupiah masih stabil mulai habis. Ia berharap, nilai tukar rupiah dalam waktu dekat mulai menguat sehingga pengusaha yang membutuhkan bahan baku impor, khususnya pengusaha tahu dan tempat bisa tetap berproduksi.
Apabila harga jual kedelai impor tinggi, pengusaha tahu dan tempe dimungkinkan banyak yang gulung tikar, mengingat stok kedelai lokal sangat terbatas. Stok kedelai lokal yang tersedia saat ini, kata dia, hanya 5 ton dengan harga jual Rp. 6.700/kg, sedangkan stok kedelai impor mencapai 50 ton.
Beberapa daerah penghasil kedelai lokal, kata dia, seperti Kabupaten Grobogan dan Lamongan sudah selesai panen sehingga stoknya terbatas. Adapun permintaan kedelai impor, kata dia, masih cukup stabil, berkisar 15 ton hingga 20 ton per hari. Sementara jumlah pengusaha tahu dan tempe di Kabupaten Kudus diperkirakan mencapai 300-an pengusaha. (Roy-RSK)