Industri Rokok Semakin Terhimpit

info seputar kudusKudus, Radiosuarakudus.com – Kebijakan Antirokok yang digembar-gemborkan pemerintah melalui berbagai regulasi yang dibuat oleh pemerintah semakin menghimpit masyarakat, baik itu perokok, karyawan, maupun industri kecil yang memproduksi rokok kretek.
Hal ini diungkapkan Mohammad Sobari dalam diskusi publik bertajuk ”Kebijakan Tarif Cukai yang Rasional, Adil, dan Berorientasi National Interest” di auditorium Universitas Muria Kudus (UMK), Sabtu lalu.

Sobari menyatakan,, pemerintah dalam membuat regulasi antirokok selalu membuat argumen-argumen yang menyerang industri kretek, seperti masalah kesehatan, masalah moral dengan mengharamkan rokok. Melalui tulisan-tulisan yang ada di bungkus rokok, seperti ”Merokok membunuhmu” juga salah satu jargon yang digunakan  untuk menyudutkan industri kretek dan masyarakat umum. Di kalangan patani tembakau,, ada istilah ”merokok mati, tidak merokok juga mati”.

Istilah ini sebagai perlawanan terhadap kata-kata yang terdapat dalam bungkus rokok.  Sementara itu, Putut EA, Peneliti Indonesi Berdikari dan Aktivis Perlindungan Kretek mengatakan, kretek merupakan warisan budaya Indonesia yang seharusnya dipertahankan, bukan dihapus melalui regulasi-regulasi yang mematikan industri ini. Pengetahuan kretek selama ini terus diwariskan dalam berbagai praktik, representasi, ekspresi, dan ketrampilan yang menambah hasanah budaya bangsa. Dalam kutipannya pada tulisan Margana dalam bukunya ”Kretek Indonesia, dari Nasionalisme Hingga Warisan Budaya”.

Kretek adalah benda budaya yang memiliki kekhususan kultural dan historis.  Kepala Lembaga Penelitian (Lemlit) UMK, Dr Mamik Indriyani menyatakan, sejauh ini pemerintah tidak mensupport industri rokok kecil. Pembinaan justru dilakukan setelah industri rokok tumbuh menjadi besar.  Pengenaan tarif cukai yang sangat tinggi bagi industri rokok dengan alasan kesehatan, telah membunuh banyak industri rokok yang selama ini menampung ribuan tenaga kerja.

Menurutnya, kebijakan ini dibuat hanya menggunakan asusmsi secara tidak seimbang, sehingga mengorbankan  pihak lain yang yang tidak terakomodasi kepentingannya.  Pemerintah mestinya mengambil peran dalam pengembangan industri, antara lain menjadi fasilitator, mediator, juga melalui regulasi. Kebijakan yang diambil pemerintah harusnya dituangkan secara berkeadilan. Industri rokok meruapakan usaha yang mendorong perekonomian masyarakat.

Berbeda dengan dampak kesehatan yang masih menimbulkan kontroversi. Sedangkan ketua Gabungan Para Pengusaha Rokok Indonesia (GAPPRI), Hasan Aoni Aziz menyebutkan, cukai rokok di Indonesia menghasilkan pendapatan yang besar bagi negara. Sayangnya, regulasi pemerintah tidak seimbang dengan pendapatan yang dinikmati. Bagi hasi cukai industri hasil tembakau (DBHCT) juga belum menyentuh para industri kecil ini.

Dia menjelaskan, penetapan tarif cukai rokok yang sangat tinggi sudah jelas mengancam industri kecil. Kebijakan pembelian pita cukai sebelum penjualan produk rokok, menjadi beban bagi para pengusaha. Apalagi, tidak ada jaminan rokok berpita cukai yang diproduksi itu akan terjual habis di pasaran. Menurut Hasan, regulasi harusnya humanis. Regulasi harus memperhatikan kondisi riil masyarakat, tanpa mendahulukan kepentingan pihak-pihak tertentu.

You may also like...

Comments are closed.