SMP 1 Jati Raih Penghargaan Sekolah Adiwiyata Mandiri

Kudus, Radiosuarakudus.com- Bertempat di Gedung Wanabakti Manggala Jakarta Pusat, Jum’at siang 13 Desember 2019 lalu telah diserahkan penghargaan kepada 101 sekolah Adiwiyata Nasional dan 333 sekolah Adiwiyata Mandiri. Penyerahan tersebut dilakukan langsung oleh Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI, Siti Nurbaya Bakar. Sementara untuk sekolah dari Kudus yang mendapatkan penghargaan tersebut adalah SMP 4 Kudus (Sekolah Adiwiyata Nasional) serta SMP 1 Jati ( Sekolah Adiwiyata Mandiri).

Sementara itu Plt Kepala SMP 1 Jati, Suhartono, Senin 16 Desember 2019 ketika ditemui dikantornya mengatakan, sebelumnya sekolah ini sudah mendapatkan penghargaan sebagai Sekolah Adiwiyata Nasional pada tahun 2015 silam. Setahun kemudian yakni tahun 2014 lolos menjadi Sekolah Adwiyata Provinsi. Setelah beberapa kali mengalami proses pengajuan diri untuk maju menjadi Sekolah Adiwiyata Mandiri baru terwujud tahun ini. Dalam sesi wawancara tersebut, Plt Kepala SMP 1 Jati Suhartono didampingi Ulin Nihayati selaku penanggungjawab Adiwiyata, Ratna Ambar Widaningsih selaku koordinator Adiwiyata serta Mardjono selaku ketua Adiwiyata di SMP 1 Jati.

Masih kata Suhartono, ketika SMP 1 Jati mengajukan diri menjadi Sekolah Adiwiyata Nasional pada tahun 2015 silam, bersama – sama dengan SMP 2 Jati, SMP 5 Kudus dan SDIT Al Islam.  Proses pengajuan menjadi Sekolah Adiwiyata Mandiri lanjut Suhartono, berjalan selama tiga kali. Yakni tahun 2016, 2017 dan 2019. Sementara itu Ulin Nihayati menambahkan, untuk meraih penghargaan menjadi Sekolah Adiwiyata Mandiri memang tidak mudah. Ini berawal dari tahun 2013 silam ketika SMP 1 Jati menjadi sekolah Adiwiyata tingkat kabupaten Kudus.

Setelah menjadi Sekolah Adiwiyata Nasional pada tahun 2015, selang setahun kemudian yakni tahun 2016 kata Ulin Nihayati, SMP 1 Jati mengajukan diri untuk ikut seleksi menjadi Sekolah Adwiyata Mandiri. Dengan salah satu syarat adalah membina 10 sekolah, agar sekolah tersebut naik predikatnya. Dari yang belum memiliki predikat menjadi memiliki predikat sekolah Adwiyata kabupaten atau Provinsi. Namun sayangnya kata dia, kala itu gagal meraih predikat menjadi Sekolah Adwiyata Mandiri karena ada kesalahan. Kesalahan itu bukan dari pihaknya, namun kesalahan dalam pemberi SK sekolah. Yakni SK sekolah yang seharusnya ditandatangani oleh Disdikpora malah ditandatangani Dinas Ciptakaru Kudus.

Kemudian tahun 2017 pihaknya mengajukan diri lagi dengan persyaratan yang sama yakni membina 10 sekolah yang baru dan bukan dari sekolah yang sudah dibina sebelumnya. Lalu pihaknya melakukan protes, akhirnya dberikan SK sekolah binaan dengan empat sekolah baru dan enam sekolah yang sudah dibina sebelumnya. Namun juga masih gagal. Selain itu lanjut Ulin Nihayati, pihak pusat dalam memberikan koreksi atas kekurangan sekolah yang bersangkutan tidak langsung tapi diberikan setahun kemudian setelah pengumuman. Pada prinsipnya, bila suatu sekolah gagal dalam pengajuan menjadi sekolah Adiwiyata, maka harus dimulai dari awal lagi tahun berikutnya.

Tahun 2017 lalu banyak sekolah di Kudus yang tidak mau ikut dalam mengajukan diri menjadi sekolah Adiwiyata Nasional maupun Adiwiyata Mandiri. Hal ini karena dipicu kesalahan dalam memberikan SK sekolah binaan dari dinas terkait tetapi menggagalkan keinginan untuk kenaikan predikat. Sementara untuk tahun ini, persyaratannya hanya melakukan pembinaan ke 4 sekolah binaan saja, disertai menyerahkan file – file lama dengan inovasi baru.

Sedangkan Ratna Ambar Widaningsih menambahkan, secara internal persiapan sekolahnya dalam penilaian untuk menjadi Sekolah Adiwiyata Mandiri adalah mengutamakan kebersihan lingkungan sekolah. Termasuk beberapa inovasi – inovasi yang dilakukan oleh pihak sekolah untuk mendukung hal itu. Dijelaskan oleh Ratna, inovasi saat itu yang dilakukan adalah pengolahan limbah cucian tangan tanpa sabun dari wastafel yang ada didepan masing – masing kelas. Kemudian air limbah itu dialirkan ke kolam ternak lele dan sudah beberapa kali panen.

Selain itu lanjut Ratna, karena sekolah ini berdekatan dengan Desa Loram Kulon yang banyak UKM konveksi, anak – anak asuhnya memanfaatkan kain perca untuk prakarya mereka. Inovasi – inovasi itu yang dinilai dalam pengajuan untuk menjadi Sekolah Adiwiyata Mandiri. Selain itu, anak – anak juga diajak untuk membuat kompos dan cara pengemasannya. Kompos yang dikemas itu bisa untuk pemupukan tanaman disekolah ataupun kelebihannya bisa dijual.

Bahkan kata Ratna, pihak sekolah juga mendapat bantuan dari Dinas Ciptakaru ketika itu, yakni alat pencacah sampah dan juga becak sampah serta bangunan bank sampah. Dan bantuan itu dilakukan secara bertahap. (Roy Kusuma – RSK)

About

You may also like...

Comments are closed.