Upah Buruh Selama ini Hanya Dihitung Untuk Kebutuhan Saat Lajang

 

UMKabKudus, Radiosuarakudus.com – Sejumlah pekerja yang tergabung dalam Aliansi Serikat Pekerja Kabupaten Kudus, Selasa 7 Oktober 2014, menggelar aksi unjuk rasa untuk menuntut pemberian upah buruh yang layak. Aksi unjuk rasa yang digelar di depan Gedung DPRD Kudus itu, digelar mulai pukul 09.00 WIB. Selain mengusung sejumlah kotak amal yang merupakan aksi protes atas rendahnya upah buruh saat ini, pengunjuk rasa juga membuat tenda keprihatinan.

Pengunjuk rasa yang juga Koordinator Konfederasi Serikat Buruh Sejahtera (KSBSI) Kudus, Slamet Machmudi, mengungkapkan, ketentuan upah minimum kabupaten (UMK) seharusnya diperuntukkan bagi buruh berstatus lajang dengan masa kerja 0–1 tahun, kenyataannya justru dijadikan upah maksimal bagi buruh. Penerapan UMK menjadi upah maksimum bagi buruh di Kudus, sudah berjalan selama bertahun-tahun.

Akibatnya, lanjut dia, para pengusaha merasa aman setelah memberikan upah kepada buruhnya dengan nominal UMK tanpa memperhatikan masa kerja, kapasitas dan profesionalisme yang dimiliki buruhbya. Kalaupun ada skala dan struktur upah, perbedaan jumlah nominal upah diantara para buruh tidak melebihi Rp500 per hari. Ia mengapresiasi usulan UMK 2015 dari Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) Kudus sebesar Rp. 1.300.000 karena melebihi angka kebutuhan hidup layak (KHL) yang dicapai melalui survei pada bulan September 2014 sebesar Rp. 1.198.070.

Hanya saja, kata dia, nominal Rp. 1,3 juta/bulan dinilai belum memenuhi standar upah layak karena untuk memenuhi kebutuhan hidup buruh lajang dalam satu bulan masih kurang. Untuk itu, kata dia, KSBSI mendesak keterlibatan anggota DPRD Kudus dalam penentuan UMK Kudus 2015.

Ditambahkannya, ada yang salah dalam menentukan kualitas komponen KHL yang menyebabkan nilai UMK buruh di Kudus menjadi rendah dibandingkan dengan daerah lain yang memiliki kondisi industri yang sama atau lebih rendah dengan Kudus. KSBSI juga mendesak kepada DPRD Kudus untuk berperan aktif dalam upaya penegakan hukum perburuhan, salah satunya pelanggaran yang sering terjadi terkait penerapan sistem alih daya (outsourcing). Tapi kenyataan di lapangan, sistem alih daya diberlakukan untuk semua jenis pekerjaan sehingga menyebabkan buruh tidak memiliki masa depan yang jelas.

Hal itu, diperparah dengan jaminan sosial yang tidak mamadai menjadikan buruh beserta keluarganya tidak terlindungi secara maksimal. Dengan upah yang rendah karena standarnya untuk memenuhi kebutuhan hidup buruh lajang, kata dia, membuat buruh yang berkeluarga menjadi miskin dan rendah produktivitasnya.

Sementara itu Koordinator aksi, Achmad Fikri menambahkan, hampir 50-an persen buruh di Kudus sudah berkeluarga sehingga pemberian upah sesuai UMK yang didasarkan pada kebutuhan buruh lajang sama artinya memaksa buruh untuk berbagi kemiskinan. Menurut dia, upah layak harus mengacu pada kebutuhan hidup yang harus dipenuhi agar setiap pekerja dan keluarganya dapat hidup layak serta produktivitas kerjanya juga bisa meningkat.

Sebelumnya, Apindo Kudus menawarkan nominal UMK 2015 sebesar Rp1.300.000, namun perwakilan pekerja menuntut sebesar Rp1.500.000. Sementara itu, Anggota DPRD Kudus Setyo Budi Wibowo yang menerima perwakilan pengunjuk rasa mengungkapkan aspirasi buruh akan ditampung dan akan disampaikan kepada pimpinan dewan. (Roy)

You may also like...

Comments are closed.