Upaya Lestarikan Caping Kalo, Nojorono Kudus Persembahkan Tari Cahya Nojorono

Kudus, Radiosuarakudus.com-  Budaya nusantara merupakan warisan leluhur yang tak ternilai harganya. Dikenal sebagai sentra industri rokok kretek, Kudus memiliki salah satu warisan berharga yang perlu terus dilestarikan yakni Caping Kalo. Seiring dengan perkembangan zaman, peran Caping Kalo kian menyempit, kini kehadirannya hanya pada momen-momen tertentu saja dan menjadi aksesoris pelengkap yang disematkan pada baju adat wanita Kudus.

Kebutuhan penggunaan Caping Kalo yang semakin ditinggalkan, membuatnya terancam punah. Tercatat pengrajin Caping Kalo, hanya tersisa dua orang yang masih menekuni pembuatannya hingga saat ini. Turut andil dalam pelestarian Caping Kalo, Nojorono Kudus berupaya mengembalikan popularitasnya melalui tarian.

Menggandeng Didik Ninik Thowok, sang maestro tari tanah air, yang namanya sudah dikenal hingga mancanegara, Tari Cahya Nojorono dikemas apik memadukan nilai budaya Kudus dengan warisan nilai Nojorono Kudus Bersatu, Berdoa, Berkarya dan Cipta, Karsa, Rasa, Cahya yang merupakan pengejawantahan arti kata Nojorono sendiri.

Tari Cahya Nojorono ditampilkan secara apik, disempurnakan dengan kehadiran Caping Kalo yang tak hanya sekadar mempercantik tarian, namun mempertegas identitas warisan budaya khas Kudus. Dikemas menjadi tiga segmen, menjadikan Tari Cahya Nojorono sebagai tarian yang sarat akan makna filosofis didalamnya.

Di segmen pertama, gerakan tari dari petani tembakau dengan atribut Caping Kalo yang sedang mengawali persiapan panen dengan berdoa. Dilanjut dengan gerakan melingkar menyatu, mewakili gambaran para petani bersatu untuk memilih daun tembakau terbaik.

Turut dilengkapi atribut daun berwarna hijau, selain melambangkan pilihan daun yang akan dituai, juga mewakili makna kejelian para petani dalam memanen daun terbaik. Kedua, gerak gemulai mengayunkan daun-daun, menunjukkan proses dinamika tantangan musim kesiapan daun tembakau sebagai bahan baku utama hingga siap olah. Yang diakhiri dengan kemunculan penari yang memerankan tokoh Krisna muda.

Kemunculan Krisna muda yang tampil menggunakan topeng, merepresentasikan makna penyangkalan jati diri dan ego individu untuk menyelaraskan diri dengan nilai-nilai warisan Nojorono Kudus. Memasuki segmen ketiga, melanjutkan representasi makna Bersatu dan Berdoa, Krisna muda mengusung sebuah bola yang menjadi perwakilan makna hasil kerja, yakni Berkarya yang memberikan cahaya.

Penari yang terlibat dalam koreografi Tari Cahya Nojorono merupakan karyawan Nojorono Kudus yang digembleng langsung oleh sang maestro tari Didik Ninik Thowok. Bentuk formasi yang terdiri dari 3 dan 2 penari yang menandakan tahun berdirinya Nojorono Kudus di tahun 1932, dan diakhiri dengan formasi penari akhir, yang terdiri dari 14 dan 10 penari yang mewakili tanggal dan bulan dikukuhkannya Nojorono Kudus, yakni 14 Oktober.

Mayoritas penari terbilang pemula, audisi digelar dan dinilai langsung kelayakannya oleh maestro tari yang namanya sudah tidak asing. Tuntutan bergerak gemulai dan indah dalam koreografi yang penuh makna filosofis Nojorono Kudus, menjadi tantangan besar bagi setiap penari.

“Kami dilatih keras oleh Mas Didik, mengulang setiap gerakan puluhan bahkan ratusan kali, tentunya latihan ini memberikan pengalaman berharga yang tak akan terlupakan bagi kami, ” ucap Robertus Ipong Sumantri, salah satu penari yang dijumpai saat latihan perdana.

Arief Goenadibrata, selaku Direktur PT Nojorono Tobacco International memaparkan, “Indonesia adalah negara yang sangat kaya akan budaya. Hal ini merupakan tanggung jawab kita bersama untuk terus menjaga kelestariannya. Nojorono Kudus berkomitmen untuk memberdayakan siapapun yang ingin mempelajari warisan sejarah khas Kudus yaitu Caping Kalo. Kami berharap Tari Cahya Nojorono ini dapat dinikmati menjadi suatu mahakarya indah dan dapat ditampilkan sebagai sumbangsih peran Nojorono dalam pelestarian budaya Indonesia.”

Dibalik intensifnya latihan dan penyelarasan antar penari terpilih sepanjang empat bulan lamanya, Tari Cahya Nojorono diharapkan dapat menginspirasi seluruh lapisan masyarakat semua usia, dan mendorong semangat setiap individu tergerak melestarikan warisan budaya.

Sesuai dengan filosofinya yang didasari oleh pengejawantahan Cipta, Karsa, Rasa, dan Cahya, Tari Cahya Nojorono menceritakan tentang sebuah perjalanan kehidupan manusia yang diciptakan untuk terus berkarya sepenuh hati, dan menghembuskan rasa dalam setiap karya yang dihasilkan, serta senantiasa menjadi cahaya yang hangatnya dirasakan banyak insan. (Roy Kusuma – RSK)

About

You may also like...

Comments are closed.